"RACUN PEMBENARAN"

Terlalu sering kita mengatakan "Aku yang benar",..!  

Tiap pribadi melihat semua gerakan dan ucapan dalam sebuah kebenaran yang harus diakui oleh pribadi diluar dirinya. Pemikiran yang ada dalam setiap orang selalu ingin diungkapkan keluar dari ruang pikirnya, dengan berbagai cara. Kebanyakan cara yang bersifat kasar dan mutlak, hanya sedikit bersifat komprehenship. Kekuatan untuk mentransfer pembenaran pikiran seorang pribadi sering bersifat kata-kata. Setiap kata yang dihasilkan oleh pikiran cenderung menjadi suatu hal yang bertolak belakang dengan apa yang diinginkan.

Seorang pribadi mencari sumber-sumber pikiran yang dapat menutupi kekosongan. 

Terlalu sering kita mencari sumber pembenaran yang diciptakan oleh pribadi yang menyatakan pembenaran diri secara mutlak. Namun pembenaran pikiran tersebut diartikan pribadi lain sebagai pikiran yang relatif. Kemutlakan seiring dengan kerelatifan yang diperdebatkan satu sama lain. 

Saya lebih suka mengatakan semua pembenaran pikiran itu sebagai "racun". Racun yang ditularkan kepada pikiran lawan. 

Kesombongan diri adalah wadah yang serasi untuk penyebaran racun. 

Kelebihan diri adalah wadah yang mudah disuguhi racun. 

Saya coba untuk mengambarkan "racun" berkembang pada pribadi seseorang. Dua pribadi yang mempunyai pemahaman diri yang dangkal, mengalami goncangan dari perputaran jaman. 

Orang seperti ini akan selalu mencari pelepasan dari sumber pembenaran teori dan aplikasi. Banyak sarana untuk mendapatkan sumber pembenaran itu. 

Buku yang dibaca dianggap sumber yang memberikan informasi dari semua gejolak yang terjadi yang memungkin memberi semua jawaban akan pertanyaan yang ada dalam kehidupan ini. Kedua pribadi itu mendebatkan pembenaran yang didapatnya. Tanpa disadari oleh pikirannya, "racun "sudah berkembang dalam dirinya.

 Teori atau dalil yang dibaca dari buku dan kitab terus menerus menggrogoti seleuruh proses dalam dirinya. Apa hasil dari 'racun' pembenaran itu ?  Dia tidak lagi mengenal dirinya secara utuh. 'Racun' menjadikan kita 'sombong' dan menganggap bahwa diri kitalah yang mengetahui rahasia alam semesta ini. Namun sesungguhnya kita adalah bodoh, karena pembenaran diri. 

Bukan hal yang berlebihan bila kita membaca dan mencoba mencari jawaban dari misteri hidup ini. Namun kita sering memulainya dari kelabilan diri dan kesombongan. 

Alangkah menyedihkan bila kita sudah sampai pada tahap berpikir dengan pertanyaan "tidak ada yang berkuasa dalam hidupku, selain diriku sendiri dan menyatakan akulah sang pencipta'. Tidak ada orang lain yang mengetahui rahasia hidup ini selain aku. Banyak orang mencari jawaban akan kebingungan dirinya, namun akhirnya kebodohan yang didapat, seperti katak dalam tempurung. Kita ciptakan jawaban dalam pikiran kita yang memiliki ruang dan waktu yang terbatas untuk mendapatkan kesimpulan dalam dimensi yang tidak terbatas. Racun-racun yang diciptakan para filsuf, ahli taurat, alim ulama dan orang yang merasa dirinya pintar, yang mendasari kita untuk memilih, sesuatu yang lebih baik dari yang lainnya. 

Kita sudah diracuni dan berpikir "bahwa cinta adalah kebenaran dan benci adalah kesalahan". Kita membuat pembagian dan dan pemilihan antara sisi gelap dan sisi terang. Apakah yang ini kita lakukan? Bila kita tetap bercokol dan bermuara pada konsep seperti ini semua sia-sia belaka. 

Karena kita tidak akan pernah lagi dapat membedakan rasa empedu dan gula.

Pefson Batubara